Cerita Ngentot Mantan Pacar Jadi Selingkuhan
- Niki adalah mantan kekasihku beberapa tahun lampau. Ia menikah dengan
pria lain tahun 1996, aku menyusul dua tahun kemudian, saat itu Niki
sudah mempunyai anak satu. Kami berpisah baik-baik, dan sesudahnya kami
masih berhubungan. Aku juga kenal baik dengan suaminya. Aku dan Niki
sama-sama kerja di perusahaan konsultan. Sesudah menikah ia bertugas di
salah satu proyek, sedangkan aku di head office, sehingga kami lama
tidak ketemu.Cerita ini terjadi pada pertengahan tahun 2000, saat ia
kembali bertugas di Head office menjadi sekretaris salah seorang expert
kami dari Hongkong. Aku sering berhubungan kerja dengannya. Semula kami
bersama dalam tugas. Lama-lama berlanjut untuk hal-hal di luar kerjaan,
hingga tidak terasa kebiasaan dulu kembali muncul.
Misalnya
makan siang. Seperti dulu waktu masih pacaran, sering ia 'mencomot'
lauk dari piringku, atau sesuatu yang ia makan diberikan separuh ke
piringku. Kebiasaanku menyiapkan sendok dan minuman untuknya, atau
menghabiskan makanannya juga menjadi kegiatan rutin, seolah hal yang
wajar saja dalam hubungan kami. Untungnya teman-teman sekantor juga
menganggapnya wajar. Sering juga kami ngobrol soal rumah tangga,
suami(nya), istri(ku), dan anak-anak (kami). Tidak ada cerita jelek,
semua baik-baik saja. Tapi di balik yang 'baik-baik' tersirat kerinduan
(atau kecewaan?) tersembunyi. Dalam suasana seperti itulah hubungan kami
berlanjut dan menghasilkan kisah-kisah yang sebagian kucuplik di sini,
khusus yang punya kesan mendalam untukku. Pertama: Saung Ikan Mas Hari
itu bossnya Niki sedang ke tempat client.
Si
boss bawa mobil sendiri, maka seperti biasa Niki memanfaatkan mobil
kantor yang menganggur buat jalan-jalan. Driver-nya cs kami, jadi ia
mengajakku bergabung cari makan siang di luar. ( "Kamu yang traktir
yaa.." katanya). Pukul 11.30 kami bertiga berangkat ke Cwie Mie
Fatmawati. Baru sampai di Prapatan Pejaten (kantor kami di Buncit), si
boss menelpon minta supaya driver-nya menyusul karena tidak enak badan.
Maksudnya minta disupiri pulang.Driver kami turun sambil mengomel, minta
uang taksi ke Niki terus menyusul bossnya di sekitar blok M. Niki
menggantikan pegang kemudi (dulu, Niki yang mengajariku bawa mobil) dan
melanjutkan perjalanan."Kalo dulu, sambil nyetir gini biasanya aku
dipijitin.." Niki mulai membuka kenangan.
"Sekarang
juga boleh.." kataku, sambil mengusap lututnya, biasanya aku pindah ke
belakang, memijat leher dan pundaknya dari belakang, dan tentu saja
berakhir di payudaranya. "Jangaan ahh, kacanya terang.." kata
Niki.Usapan di lutut memang lebih aman dari pandangan mobil lain. Dari
desahan 'ahh'-nya kurasakan bahwa Niki menikmatinya. "Kita ke saung aja
yuk..!" lanjut Niki. Saung adalah istilah kami berdua untuk sebuah
restoran pemancingan di sekitar Ragunan.Aku tidak menjawab, hanya
semakin meningkatkan sentuhan di lutut dan ke atas 'sedikit' sambil mata
tetap waspada memantau kiri kanan takut dilongok pengendara motor. Niki
dengan trampil meluncurkan mobil di sepanjang jalan dengan meminimalkan
penggunaan kopling supaya paha kirinya lebih mudah terjangkau
jari-jariku. "Berapa tahun aku tidak nyentuh ini.." kataku saat jariku
mulai nyelusuri pinggiran CD-nya.
Niki
agak tergetar oleh sentuhanku itu, sambil mendesis ia mengoyangkan
kakinya. "Kamu bangun enggak Mas..?" katanya (ia memanggilku 'Mas').
"Liat aja," jawabku. Ia melirik dan terkikik melihat tonjolan yang
mengeras di celanaku."Hihihi.. masih mempan juga.." "Masih dong,
remasanmu belum ada duanya.." Restoran itu terletak di pinggir kolam,
dihubungkan ke beberapa saung (gubuk dari bambu) di tengah kolam dengan
jembatan kayu. Saung beratap rumbia ukuran 2,5 m x 2,5 m itu diberi
pagar bambu rapat setinggi 60 cm. Bagian atasnya terbuka sehingga dapat
dipantau dari jauh, tapi dilengkapi krey bambu yang jarang-jarang, dan
dapat diturunkan 'kalau perlu', juga disediakan bantal duduk. Tidak ada
pengunjung lain. Kami meniti jembatan kayu, memilih saung yang paling
jauh dari kasir, dan memesan makanan yang paling cepat saji. Tidak lupa
kami minta krey diturunkan. Begitu pelayan pergi, aku segera menjatuhkan
pantatku di sebelahnya.
Ia
menyandar ke tiang bambu di pojok, bersila di bantal dengan cuek. Aku
meneruskan elusanku yang terhenti, menyusuri pahanya yang terbuka."Mana
dong yang keras-keras tadi, aku pegang.." katanya tanpa mempedulikan
jariku yang sudah terbenam di dalam roknya. Aku merapatkan duduk agar
terjangkau tangannya. Ia menekan-nekan celana di bagian penisku dengan
keempat jarinya.Dengan hati-hati sabukku dibuka, lalu zipku diturunkan.
Dari sela- sela baju dan singlet, dirogohnya penisku yang sudah mengeras
lalu diusapnya lembut. "Segini aja dulu, biar gampang ditutup," katanya
saat aku mau menurunkan celana panjang.Rasa nikmat yang halus merambat
seperti aliran setrum dari selangkanganku, menjalar ke kaki, badan terus
ke otak. Kami duduk berdampingan, aku selonjor dengan penis mencuat
keluar dari celana, sementara paha kiri Niki menopang di atas paha
kananku, kirinya mengusap lembut batangku sementara sambil menikmati
elusannya, tangan kananku melakukan eksplorasi ke permukaan vaginanya
yang terbungkus CD.
Percumbuan
ringan itu terhenti ketika pelayan datang membawa pesanan.Aku menaikkan
zipku kembali seraya merapatkan jaket. "Sana kamu ke kamar mandi Mas,
CD sama singletnya dikantongin aja. Sabuknya masukin tas," ia berbisik
memerintahku (Dari dulu aku suka 'perintah- perintahnya' Ia membereskan
makanan sementara aku ke kamar mandi, membukai semua sesuai instruksi
dan mencuci batangku supaya dingin dan segar kembali. Keluar kamar
mandi, aku berpapasan dengan Niki menuju ke tempat yang sama sambil
mengedipi aku. Sambil menunggu, membayangkan ulah Niki batangku yang
baru didinginkan mengeras lagi. Aku tidak menyentuh makanan, hanya minum
Aqua untuk mengurangi bau mulut. Niki datang langsung duduk di bantal
lagi. "Udah lega.. ganjelnya udah masuk sini semua.. Beha, CD.." Niki
melemparkan tasnya. Aku kembali merapat. "Jangan deket-deket, kelihatan
dari kasir," ia mencegah. Tangan kiriku beralih ke perutnya, pelan-pelan
menggeser ke atas.
Semua
'daleman' Niki sudah tersimpan dengan aman di dalam tas. Niki mengeluh
saat tanganku menyentuh bulatan kenyal itu, menggeser posisi sehingga
dapat mengawasi kasir di seberang, sekaligus memudahkan aku 'bekerja'.
Ia kembali mendesah lirih saat kusentuh putingnya. Darahku bergejolak
merasakan lembutnya buah dada Niki. Beda dengan dulu, sekarang lebih
berisi karena menyusui. Aku tidak berani mencium bibir atau mendekapnya
karena kepala kami kelihatan sayup dari restoran. Perlahan kubuka
kancing blus dengan menyisakan satu kancing paling atas (Niki biasa
begitu supaya cepat 'memberesinya') hingga aku dapat leluasa menciumi
perutnya.Buah dada Niki mengembang segar, putingnya yang menonjol sudah
mulai mengeras, coklat dilingkari semburat merah jambu. Dengan lembut
jariku mengelus puting itu. Kuremas tubuh Niki dengan penuh perasaan.
Lidahku
menjelajahi perutnya, membuat Niki mendesah-desah dengan mata setengah
terpejam. Bersembunyi di balik blus longgarnya, ciumanku beralih ke buah
dada. Lidahku berputar-putar menyapu lingkaran merah di seputar puting,
lalu diteruskan dengan mengulum ujungnya. Sementara itu tanganku
menjelajahi gunung yang sebelahnya. Niki semakin merintih-rintih
menikmati sentuhanku. Birahinya semakin menggelora. Sambil tetap
menciumi puting susu, tangan kiriku pindah menelusuri paha Niki sambil
tangan lainnya menyusup ke belakang, membuka kaitan roknya. Sentuhan dan
rabaanku akhirnya sampai ke pangkal pahanya yang tidak terbungkus apa
apa.Usapanku pada bukit lembut yang ditumbuhi bulu halus membuat birahi
Niki menggelegak, meluap ke seluruh nadi dan pori-pori.
Ketika
tanganku menyelusup ke celah kewanitaannya yang basah, Niki makin
menggeliat tidak terkendali."Ahh.. Mass, ahh.." Niki merintih tidak
karuan, sementara sekujur tubuhnya mulai dirangsang nikmat yang tidak
tertahankan. Dengan hati- hati rok Niki kusingkapkan, pahanya yang mulus
sudah menganga menantikan sentuhan lebih jauh.Celah di pangkal paha
Niki yang ditutupi rambut halus, merekah indah. Kepalaku menyusup ke
dalam roknya yang tersingkap, Niki mengangkangkan pahanya lebar-lebar
seraya menyodorkan pangkal pahanya, memudahkanku mencapai lembahnya.
Jariku mengusap-usap celah itu yang mulai basah dan menebal, sementara
lidahku menciumi pinggiran bulu-bulu kemaluannya. Niki mengerang
keenakan saat jari-jariku menggetar dan memilin kelentitnya."Akh.. Mas,
gila..! Udah dong Mass..!" Jari-jariku membasahi kelentit Niki dengan
cairan yang merembes keluar dari celahnya.
Setiap
jariku mengorek lubang kemaluan untuk membasahi kelentit, Niki
menggeliat kelojotan.Apalagi sambil membenamkan jari, aku
memutar-mutarkannya sedikit. Sambil meremas rambutku yang masih menciumi
pubisnya, Niki mencari- cari zipku, ketemu, terus dibukanya. Dan
kemaluanku yang sudah menegang kencang terbebas dari
'kungkungan'.Batangku tidak terlalu panjang, tapi cukup besar dan padat.
Sementara ujungnya yang ditutupi topi baja licin mengkilat, bergerak
kembang kempis. Di ujung topi itu, lubang kecilku sudah licin berair.
Sementara tubuh Niki makin melengkung dan tinggal punggungnya yang
bersandar karena pahanya mengangkang semakin lebar, aku pun berusaha
mencari posisi yang enak.Sambil menindih paha kirinya, wajahku membenam
di selangkangan menjilati lipatan pangkal pahanya dengan bernafsu, dan
tangan kiri tetap bebas menjelajahi liang kemaluannya.
Pinggulku
mendekat ke tubuhnya untuk memudahkan ia meraih batangku. Soal
'keamanan lingkungan' sepenuhnya kupercayakan kepada Niki yang dapat
memandang sekeliling. Dengan gemas tangan Niki meraih tonggakku yang
semakin tegak mengeras.Jari-jarinya yang halus dan dingin segera menjadi
hangat ketika berhasil menggenggam batang itu. Ketika pangkal paha Niki
mencuat semakin terbuka, ciumanku mendarat di pinggiran bibir
vaginanya. Ciuman pada vaginanya membuat Niki bergetar.Ketika lidahku
yang menjelajahi bibir kemaluan menggelitik kelentitnya, Niki semakin
mengasongkan pinggulnya.Lalu.., tiba-tiba ia mengerang, kaki kanannya
terlipat memiting kepalaku dan tangannya mencengkeram pangkal leherku,
mendesakkan mulut vaginanya ke bibirku, dan mengejang di situ. Niki
orgasme! Niki menyandar lemas di tiang pagar.Tapi itu tidak berlangsung
lama, segera didorongnya tubuhku telentang dan dimintanya merapat ke
dinding bambu.
Aku
mengerti yang dimauinya, aku tahu orgasmenya belum tuntas, tapi aku
masih ragu.Semula aku hanya ingin menawarkan kenikmatan lewat lidah dan
jariku, tapi kini telanjur Niki ingin lebih. "Kamu oke, Ki..?" tanyaku.
Ia mengangguk. "Aman..?" lanjutku sambil memutar biji mataku
berkeliling. Ia kembali mengangguk."Ayo.. sini..!" kataku memberi kode
tapak tangan menyilang, Niki langsung mengerti bahasa kami masa pacaran.
Ia mengangkang di atas badanku, jongkok membelakangiku dan kembali
menghadap ke restoran. Ia mengangkat rok dan memundurkan pinggulnya
hingga vaginanya tepat di mulutku. Tanganku yang menganggur merogoh
saku, mengambil 'sarung' yang sudah kusiapkan, kuselipkan di tangan
Niki. "Ihh, udah siap-siap yaa..?" katanya, sambil mencubit batangku.
Dengan
sebelah tangan bertumpu pada dinding bambu, Niki berjongkok di wajahku
yang berkerudung roknya.Dengan mendesah ia menggerakkan pinggulnya,
menyapukan vaginanya ke lidahku yang menjulur, kadang mendesak hidungku
dengan tekanan beraturan.Tangannya sebelah lagi mengurut pelan penisku
yang semakin tegang, lalu dengan susah payah berusaha memasang 'sarung'
dengan sebelah tangan, gagal, malah dilempar ke lantai.Saat sapuan
vaginanya di bibirku semakin kuat sementara lidahku yang menjulur sudah
kebanjiran cairannya, pinggulnya ditarik dari mulutku, bergerak menuruni
tubuhku ke arah selangkangan. Aku tidak tinggal diam, vaginanya yang
lepas dari lidahku kurogoh, kujelajahi dengan jari-jariku.Niki semakin
menggelinjang, pahanya mengangkang mengharapkan datangnya tusukanku,
sementara tangannya yang menggenggam mengarahkan kemaluan itu ke liang
vaginanya yang sudah berdenyut keras.
"Mas..
masukin yaa..!" Niki merintih sambil menarik batang kemaluanku,
sementara aku masih memainkan jari di kelentit dan liangnya. "Hhh, kamu
lepaass dulu.. Ini udah keras banget..!" Aku mengambil alih menggenggam
tongkat.Kusentuh dan kugosok-gosokkan otot perkasa yang ujungnya mulai
basah itu ke kelentit Niki. Niki melenguh. Sentuhan dengan ujung
kemaluan yang lembut dan basah membuat kelentitnya serasa dijilati
lidah. Napas Niki semakin terengah-engah.Setelah puas membasahi
kelentit, aku pindah ke mulut vagina. Kuputar- putarkan tongkat
kenikmatanku di mulut lorong Niki. Membuatnya semakin kelojotan dan
medesah dengan sendu. Ia berusaha menekan tapi terganjal tangan yang
menggenggam batangku. "Masukin dong Mas..!" Niki menjerit lirih.Dengan
gemetar aku melepas tongkatku, topi bajaku menyentuh mulut vagina Niki.
Kemudian
dengan hati-hati ia mendorong pelan-pelan, sampai kepala penisku
membenam di liang itu. Aku mengerang, kepala kemaluanku seakan diremas
oleh cincin yang melingkari liang sempit milik Niki. "Uhh.. enak
Yang..!" Niki tebeliak-beliak sambil melenguh ketika kemaluanku
menyeruak masuk lebih dalam ke liang nikmatnya. Dinding vaginanya yang
lembut tergetar oleh nikmat yang menggelitik karena gesekan ototku.Niki
kemudian pelan-pelan mengangkat pinggul, menarik keluar batang
kemaluanku. Ia mendesis panjang. Menggumam sambil menggigit bibir.
Demikian pula ketika mendorong, menelan tongkatku yang kembali membenam
di liang vaginanya.Niki merasakan nikmat yang tidak habis-habisnya.
"Auughh.. Yang..! Teruus..!" "E.. emhh.. kamu goyyaang
teruss..!"Kemudian Niki memiringkan badannya, memberi kode padaku.
Ia
ingin di bawah. Aku menjawab dengan mengangkat alis, sambil mata
berkeliling.Ia mengangguk, artinya aman. Lalu, tanpa mencabut batangku,
Niki berbaring pelan-pelan dan aku bangkit bertumpu pada palang dinding
bambu. Dari sela-sela krey, di restoran tampak dua orang sedang asyik
nonton TV membelakangi saung kami.Niki berbaring miring menghadap
dinding pagar. Sebelah kakinya melonjor di lantai, sebelah lainnya
mengait di palang bambu. Tanganku pindah memainkan klitoris, sementara
batang kemaluanku keluar masuk di liang vagina Niki.Membuat birahi kami
semakin menggelegak. Birahi yang makin memuncak membuat Niki dan aku
terhanyut, tidak memperdulikan apa-apa lagi. Niki kini telentang, ia
meraih bantal untuk mengganjal pantat, memudahkan kocokan batang penis
di liang vaginanya.
Pinggul
Niki dengan lincah berputar-putar, sementara aku semakin cepat
mengayunkan pantat, menyebabkan gesekan penis dan vagina semakin terasa
mengasyikkan. Tiba tiba Niki menegang. Pinggulnya menggelinjang dengan
hebat.Matanya terbeliak dan tangannya mencakari pahaku dengan liar.
Gerakannya semakin tidak beraturan, sementara kakinya membelit di
pantatku. "Akh.. cepetaan.. Yang..!" Niki mendesah-desah. "Gila.. enaak
banget..!" Ketika suatu desiran kenikmatan menyiram menjalari sekujur
tubuhnya, ia menggelepar."Akuu.. keluaar.. laagii.. Yang.. kkamu..!"
Cakaran itu sama sekali tidak menghentikan gerakanku yang tengah
menikmati remasan-remasan terakhir vagina Niki di kepala dan batang
kemaluanku. Aku pun hampir mencapai orgasme. Lalu, "Uhh.. aku keluaar
Nik..!" Aku mengocok dengan cepat dan menggelepar- gelepar tidak
beraturan.
Gerakan
yang membuat Niki semakin melambung- lambung. Kemudian, kami berdua
mengejang dengan saling mendesakkan pinggul masing-masing.Puncak birahi
Niki menggelegak saat aku menumpahkan puncak kenikmatanku dalam-dalam
membenam di vagina Niki yang meremas-remas dengan ketat, bersama
semburan cairan kentalku. Beberapa saat kemudian, kami saling memandang
dengan diam. Diam-diam pula kami gantian ke kamar mandi membersihkan
sisa-sisa tisyu, menghabiskan makan dengan cepat (dan ternyata tidak
habis). Sambil makan aku hanya bilang, "Nik, kalau ada apa-apa semua
tanggung jawabku." Niki tidak menjawab hanya tersenyum, menggenggam
tanganku erat sambil tersenyum penuh kasih. Dalam perjalanan kembali ke
kantor kami tidak banyak bicara.Hanya saat berpisah ia berbisik, "Terima
kasih, aku bahagia. Tapi tolong lupakan..!"
Di
Kantor Sejak peristiwa di saung itu aku berusaha untuk bersikap biasa,
dia juga. Kami masih kerja bersama, makan siang sama-sama dan bercanda
seperti biasa, terutama di depan teman-teman. Tapi kami menghindari
percakapan yang lebih personal, apalagi membicarakan peristiwa itu. Kuat
juga usahaku untuk melupakan hal itu, tapi yang ada aku makin sering
melamunkannya. Membayangkan desahan dan rintihannya,
gelinjang-gelinjangnya, terutama remasan liang nikmatnya di penisku. Aku
tidak dapat melupakannya! Semakin hari aku semakin tersiksa oleh
bayangan Niki. Setiap kali lengan kami bergesekan, dan ini tidak dapat
dihindarkan karena memang selalu bersama, getaran birahi menjalari
tubuhku, dan berujung di selangkanganku yang mengeras. Ia sendiri
nampaknya biasa saja.Suatu ketika dengan cuek ia menggayut di lenganku
saat menaiki undakan ke kantin, burungku langsung menggeliat. Sesudahnya
saat memesan makanan, sambil berdesakan ia menempelkan dadanya di
lenganku.Aku langsung berkeringat, berusaha untuk tetap tenang ngobrol
dengan yang lain di meja makan. Perlu setengah jam untuk 'menenangkan'
burungku.
Sampai
suatu hari, ia datang ke tempatku. Ruangku terbagi atas kotak bersekat
setinggi dada.Setiap kotak berisi meja dan komputer untuk satu orang,
yang kalau duduk tidak kelihatan, tapi kalau berdiri kelihatan sampai
dada. Selain itu ada satu kotak yang agak besar berfungsi untuk ruang
rapat, letaknya di ujung dan selalu sepi kecuali ada meeting. Ia
menghampiriku saat aku sedang sendiri di ruang rapat. "Yang, nanti
bantuin yaa. Aku mau ngelembur." Panggilan 'Yang' membuat darahku
berdesir. "Boleh. 'Bor'-nya sapa yang mau dilempengin." Aku melempar
canda biar agak santai.Istilah 'ngelembur' oleh orang kantoran
seringkali dipanjangkan sebagai 'nglempengin burung'. "Nglempenginnya
sih kamu buka internet aja. Aku sih bagian nglemesin..!" sahutnya cuek,
sambil duduk di meja rapat, tepat di depanku.
Darahku
berdesir, langsung kontak ke selangkangan dan mengeras. Aku menengok ke
pintu masuk. Dua orang temanku sedang ngobrol asyik sekitar lima kotak
dari tempatku, yang lain sedang keluar. "Lagi sepi..!" katanya, menebak
arah pandanganku.Lalu ia mengalihkan pandangannya ke bawah, arah
celanaku. "Tuuh.. lempeng..!" ia terkikik sambil menyentuh dengan
kakinya. Untuk menetralisir, aku duduk di kursi sambil melonggarkan
bagian depan celanaku."Sorry, aku nggak bisa ngelupain kamu," kataku
sambil mencari posisi yang nyaman. "Memangnya aku bisa..?" jawabnya. Ia
membuka pahanya sedikit sehingga aku makin blingsatan, memutar-mutar
kursi yang kududuki sambil mengerakkannya maju mundur.
"Sini
dong maju, aman kok..!" Aku memajukan kursi hingga pahanya tepat di
depanku. Tidak menyia-nyiakan tawaran yang kuimpikan siang malam,
tanganku dengan gemetar mulai merayapi pahanya, tapi Niki
menahannya."Sstt.. tunggu..!" ia mendorongku, lalu turun dari meja. Niki
menempelkan pantatnya di pinggiran meja setelah roknya disingkapkan
sebatas pinggul. "Biar gampang nutup kalo ada orang." katanya. Niki
memang brilian dalam merancang 'pengamanan'.Tanganku kembali menyusuri
paha Niki, dengan berdebar-debar merayap terus ke dalam. Niki mulai
mendesah, mengepalkan tangannya. Bibirku menciumi lututnya, dengan lidah
kujelajahi sisi-sisi dalam pahanya hingga tanganku mencapai pangkalnya.
Jariku
menyusuri pinggiran CD-nya, tapi aku menyentuh bulu halus, celah basah,
benjolan kecil, aku penasaran, kurenggangkan pahanya. Ternyata CD-nya
dibolongi persis di sekitar vagina, terang saja jariku langsung
menyentuh sasaran."Bolong..," aku berbisik. "Iya, biar gampang
dipegang," jawabnya. "Kenapa nggak dilepas aja..?" "Keliatan dong, 'kan
nyeplak di luar. Kalo gini 'kan, kayaknya pake tapi bisa kamu pegang."
ia menjelaskan, lagi-lagi brilian! Aku mulai menggosok klitorisnya,
sementara liangnya sudah semakin basah.Niki mengangkangkan vaginanya,
pahanya diangkat menopang di meja, kakinya sedikit jinjit. Dengan
hati-hati lidahku kuselipkan di celah labia mayoranya, menyapu
klitorisnya berulang-ulang. Jariku yang sudah basah oleh cairannya
kubenamkan pelan-pelan di liangnya, kuputar-putar mencari 'G-Spot'-nya.
Saat kutemukan, G-spot- nya kugosok lembut dengan jari tengah, sementara
dari luar lidahku memainkan bagian bawah klitoris.
Tidak
lama Niki langsung mengejang, menggenggam rambutku kencang. (Saat kami
pacaran, aku belum tahu G-spot) "Yang.. udaah..!" ia berbisik,
memberikan saputangan untuk membersihkan jari, mulutku, dan liangnya,
sekalian buat mengganjal celana bolongnya biar tidak netes-netes.
Tiba-tiba pandangan Niki berubah serius, dilanjutkan dengan omongan yang
tidak jelas. "Soalnya yang aku print kok laen sama yang dipegang
bossku." Aku bingung tapi langsung menimpali, "Yang punyaku bener kok.."
kataku sambil berdiri. Benar saja, cewek-cewek Biro tempatku baru saja
masuk ruangan."Ya udah, nanti dikopiin lagi aja," lanjutnya sambil
berjalan keluar, "Terus yang ini jangan lupa disiapin.." saat
melewatiku, tangannya menjulur meremas bagian depan celanaku. Niki
sempat ngobrol dulu dengan teman-temanku.Berbasa basi, lalu kembali ke
ruangannya. Rasanya lama sekali menunggu sore. Jam 5 kantor bubar.
Aku
naik ke tempat Niki yang satu lantai di atasku. Niki sudah menunggu di
ruangannya lalu mengajakku ke ruang komputer yang terletak di sebelah.Ia
harus menyusun undangan seminar dari boss Hongkong-nya. Kubuatkan
program konversi daftar client dari database ke format txt untuk di-
merge dalam undangan, sementara Niki melakukan check ulang data
undangan.Jam 7 malam satpam datang mengontrol seperti biasa. Niki
memberitahu bahwa ia masih pakai ruang komputer sampai jam sembilan. Aku
sendiri makin asyik dengan programku, tidak menyadari kalau Niki sudah
menghilang dari sebelahku.Sadarnya waktu HP-ku berbunyi, ternyata Niki
telpon dari ruangannya di sebelah. "Sini dong Mass..!" ia berbisik,
membuat darahku kembali berdesir mengalir ke selangkangan. Aku
meng-execute programku lalu bergegas ke sebelah.Ruang di seberangku
masih terang, tapi tempat Niki sudah gelap.
Aku
ragu-ragu, kucoba membuka ruang Niki, ternyata tidak terkunci, aku
masuk langsung menutup pintu. "Dikunci aja.." terdengar suara Niki
berbisik lirih.Ruang itu terbagi jadi ruang pertama tempat Niki biasa
duduk, ruang tengah untuk meeting, terus ruang ujung tempat bossnya. Aku
mengunci pintu terus menghampirinya di ruang tengah, tempat bisikan itu
berasal.Dalam keremangan kulihat Niki duduk di meja meeting nyaris
telanjang, hanya tersisa CD-nya. "Buka baju Sayang, terus naik sini..!"
Niki menyapa dengan lembut, sapaan yang membuat birahiku
menggelegak.Niki duduk memeluk lutut kirinya yang ditekuk menopang dagu.
Kaki kanannya terlipat di meja seperti bersila. Di bawah cahaya lampu
yang lemah menerobos dari luar, sosok Niki bagaikan bidadari yang sedang
menanti cumbuan cahaya bulan.
Aku
berusaha tenang, membuka baju, sepatu, celana, lalu dengan berdebar
melangkah keluar dari onggokan pakaian dan menyusul naik ke atas meja.
Niki membuka tangannya, lutut kirinya juga rebah membuka. Aku mengusap
pipinya dengan halus saat jari Niki menjelajahi leherku pelan, lalu
dada, lalu naik mengelus lenganku, pelan dan lembut menyusuri bagian
dalam lenganku ke arah ujung jari. Digenggamnya jari-jariku, dikecupnya
lalu dibawa ke leher, dada, mendekapnya sesaat. Lalu.. tiba-tiba aku
telah terbenam dalam dekapannya.Dadanya yang bulat penuh menekan,
memberikan kehangatan yang lembut ke dadaku, kehangatan yang menjalar
pelan ke bawah perut. Tanganku mengusap punggung dan rambutnya, lalu
entah gimana mulainya, tiba- tiba saja aku sudah menciumi
lehernya.Kukecup hidungnya, keningnya, telinganya, Niki menggelinjang
geli.
Kusodorkan
bibirku untuk meraih mulutnya, ia merintih lirih dan merangkulku sambil
mulutnya bergeser mencari bibirku, lalu kami berpagutan dengan lahap
bagaikan kelaparan.Pelukan dan ciuman ini yang sebenarnya paling
kurindukan, yang tidak dapat dilakukan saat di saung atau di ruanganku.
Cinta dan ketulusannya kini dapat kurasakan lewat peluk dan ciumannya.
Niki terpejam manja saat kujelajahi mulutnya dengan lidahku, bibirnya
langsung menyedot dan melumat lidahku dalam-dalam. "Oohh, Yang..!" Niki
mengeluh saat tanganku mulai merayapi tubuhnya, bermain di sekitar
puting susu, turun ke perut menyelusup ke CD-nya. Masih dalam pelukan ia
merebahkan badan di meja dengan dialasi jasnya si Hongkong.Setelah
rebah berdampingan kami mengendorkan pelukan, membebaskan tangan agar
lebih leluasa. Kami saling menyentuh bagian-bagian sensitif yang
masing-masing sudah sangat hapal.
Niki
memejamkan mata menikmati sentuhan-sentuhanku, sementara jarinya
mengurut lembut batang penisku, dari pangkal ke atas, memutari helm lalu
turun lagi ke pangkal, membuat batangku keras membatu. "Yang..!
Jilat..!" ia mendesah, aku mengerti maksudnya. Aku bangkit, lalu bibirku
mulai menciumi seluruh tubuhnya, mulai dari lengan sampai ke ujung
jari, kembali ke ketiak, menyusuri buah dadanya ke tangan satunya.
"Yaanng, Nik kangen jilatanmu..!" Niki mengerang dan menggelinjang
semakin kuat.Saat jilatanku mencapai pangkal lengannya, Niki berbalik
menelungkup. Kini lidahku menyusuri pundak, Niki terlonjak saat lidahku
mendarat di kuduknya, lalu perlahan menjelajahi punggungnya. Saat
jilatanku mencapai pinggiran CD-nya, Niki kembali menelentang lalu
sambil membuka CD-nya, lidahku pelan-pelan menyusur pinggang, perut
terus ke bawah.
Paha
Niki membuka, menyodorkan bukit kemaluannya yang menggunduk dengan
belahan merekah ke hadapanku. Melewati pinggiran gundukannya, lidahku
meluncur ke samping, menjilati paha luar sampai ke jari kaki, lalu
kembali ke atas lewat paha bagian dalam.Sampai di pangkal, lidahku
menjelajahi lipatan paha, memutari pinggiran bulu-bulu halusnya, lalu
menyeberang ke paha sebelah. Niki melenguh keras.Aku menjelajahi kedua
lipatan pahanya bolak balik, kadang lewat gundukan bulu-bulunya, kadang
lewat bawah liang vaginanya. Pahanya terkangkang lebar, sementara
cairannya semakin membanjir. Lalu tangannya menggenggam rambutku,
menyeret kepalaku dibenamkan ke tengah selangkangannya yang basah
dipenuhi cairan kenikmatannya.
Aku
langsung menyedot kelentitnya. Niki tersentak, "Yaangg.. kamu..
nakal..!" rintihnya menahan nikmat yang menggelora.Dengan bertumpu kedua
tangan, lidahku kini menjelajah dengan bebas di celah vagina, menjilati
klitorisnya dengan putaran teratur, lalu turun, menjelajahi liang
kewanitaannya. Niki mengejang sambil mengerang-erang."Yaang, udaah..
masukin..!" Niki mencengkeram leherku dan menyeretnya ke arah bibirnya.
Aku mengambil posisi konvensional. Batangku yang sudah tegang mengeras
menyentuh gerbang kenikmatan yang licin oleh cairannya.Niki tersentak
saat kepala penisku menyeruak di bibir vaginanya. Kubenamkan kepala
penisku sedikit demi sedikit, oh.. hangatnya vagina Niki. Dinding
vaginanya mulai bereaksi menyedot-nyedot, remasannya yang selalu
kurindukan mulai beraksi.Kutarik lagi penisku, pinggul Niki menggeliat
seolah ingin melumatnya. Kubenamkan lagi batang penisku perlahan, Niki
menaikkan pinggulnya ke atas, sehingga setengah batang penisku ditelan
vaginanya.
Pinggulnya
diputar-putarkan sambil melakukan remasan nikmatnya. "Ooogghh, Niikk..
aduuhh..!" desahanku membuat Niki semakin semangat menaik-turunkan
pinggulnya, membuat batang penisku seolah dipilin-pilin oleh liangnya
yang masih sempit."Maass.. tekaann Maass..! Niikii.. hh.. nikmaatt..
sekali..!" Pinggul dan badannya semakin sexy, perutnya yang sedikit
membesar membuat nafsuku semakin menjadi-jadi.Aku setengah duduk dengan
bertumpu pada dengkul menggenjot penisku keluar masuk vagina Niki yang
semakin berdenyut. "Creekk.. creekk.. blees.." gesekan penisku dan
vaginanya bagaikan kecipak cangkul Pak tani di sawah berlumpur."Yaang,
aduuhh, batangnyaa.. oohh.. Niik.. nggaak tahaan..!" Niki badannya
bergetar, pinggulnya naik turun dengan cepatnya, miring ke kiri dan ke
kanan merasakan kenikmatan penisku.
Badan
Niki berguncang-guncang keras, goyangan pantatnya tambah menggila dan
lubangnya seakan mau memeras habis batang penisku. Spermaku rasanya
sudah mengumpul di kepala penis, siap menyembur kapan saja, susah payah
aku bertahan agar Niki mencapai klimaks lebih dulu. "Teken teruuss..!
Yuu bareng keluariin Maass..!" Goyangan kami makin menggila.Aku
menusukkan batang penisku setengah, dan setiap coblosan ke delapan aku
menekannya dalam-dalam. Akibatnya gelinjang pantat dan pinggul Niki
semakin menjadi-jadi. Sambil mengelepar-gelepar keasyikan, matanya
merem-melek.Kuciumi dan kulumat seluruh wajahnya, bibirnya, lidahnya,
ludahnya pun kusedot dalam-dalam. Niki mencakar punggungku keras sekali
sampai aku tersentak kesakitan. Itu tandanya ia mau mencapai klimaks.
Kutahan mati-matian agar aku jangan muncrat dulu sebelum ia orgasme.
Tiba-tiba,
"Yaanng.. oohh.. aduhh.. Niik.. keluaar.. oohh.. aduuh.. gilaa.. aahh.
aahh.. uuhh.. uuhh.. uuhh..!" dia sekali lagi mencakariku, itu memang
kebiasaannya kalau meregang menahan klimaks luar biasa.Aku tidak perduli
punggungku yang baret-baret oleh cakarannya. Aku terus menggenjotkan
penis dengan teratur sambil konsentrasi merasakan nikmat yang semakin
mendesak-desak di ujung penisku. Suatu gelombang dahsyat bagaikan
menyedot seluruh perasaanku menyembur dari ujung kemaluanku, memancar
dalam dalam di liang vaginanya. Aku mengejang beberapa detik, lalu
terkulai dalam pelukannya.Beberapa menit kami berdiam sambil pelukan,
sampai batangku melemas dengan sendirinya. Aku turun dari tubuhnya. Niki
turun dari meja, mengambil tisyu dan teko air dari meja si Hongkong.
Lalu
kami bersih-bersih organ masing-masing, kembali berciuman sambil saling
mengenakan pakaian. Selesai berpakaian Niki keluar duluan mengintip,
dengan kodenya aku keluar kembali ke ruang komputer, di sana satpam
sudah menunggu.Kukatakan aku dari kamar mandi, dan Niki tidak tau
kemana. "Kenapa..? aku dari bawah barusan.. lewat tangga." Niki muncul
di pintu, memberi penjelasan. "Lho, saya juga lewat tangga.." kata
satpam. "Ooo.. Naiknya sih lewat lift depan," Niki berkilah.Program
transferku sudah berhenti proses. Setelah beres-beres, mematikan
komputer, AC, dan lainnya, aku, Niki dan satpam turun. Kuantar Niki
sampai mobilnya. "Thank's yaa.." kataku. Ia mengedipkan mata,
"Sama-sama.." katanya.
Tamat