Fina
seorang gadis yang cantik dan manis. Tubuhnya tidak terlalu tinggi,
namun kemungilannya justru membuatnya nampak semakin manis. Dadanya
tidak terlalu besar, namun lekukannya indah. Bibirnya merah merekah dan
lesung pipitnya membuatnya semakin menggoda, ibaratnya apel merah yang
segar. Rambutnya panjang sampai ke bahu, hitam legam, indah dan harum.
Kulitnya putih dan mulus. Singkat kata, dia memang seorang gadis yang
sangat cantik dan merupakan kebanggaan orang tuaku. Selain itu dia juga
sangat pandai membawa diri di hadapan orang lain sehingga semua orang
menyukainya.
Namun di balik semua itu, sang “putri” ini
sebetulnya tidaklah perfect. Kepribadiannya yang manis ternyata hanya
topeng belaka. Di dunia ini, hanya aku, kakak laki-lakinya, yang tahu
akan kepribadiannya yang sesungguhnya. Kedua orang tuaku yang sering
keluar kota untuk berbisnis selalu menitipkan rumah dan adikku kepadaku.
Tapi mereka tidak tahu kalau aku kesulitan untuk mengendalikan adikku
yang bandelnya bukan main. Di hadapanku, dia selalu bersikap membangkang
dan seenaknya. Bila aku berkata A, maka dia akan melakukan hal yang
sebaliknya. Pokoknya aku sungguh kewalahan untuk menanganinya.
Suatu
hari, semuanya berubah drastic. Hari itu adalah hari Sabtu yang tak
akan terlupakan dalam hidupku. Pada akhir minggu itu, seperti biasanya
kedua orang tuaku sedang berada di luar kota untuk urusan bisnis. Mereka
akan kembali minggu depannya. Kebetulan, aku dan adikku juga sedang
liburan panjang. Sebetulnya kami ingin ikut dengan orang tua kami keluar
kota, tapi orang tuaku melarang kami ikut dengan alasan tak ingin kami
mengganggu urusan bisnis mereka. Biarpun adikku kelihatan menurut, tapi
aku tahu kalau dia sangat kesal di hatinya. Setelah mereka pergi, aku
mencoba untuk menghiburnya dengan mengajaknya nonton DVD baru yang
kubeli yaitu Harry Potter and the Order of Pheonix. Tapi kebaikanku
dibalas dengan air tuba. Bukan saja dia tidak menerima kebaikanku,
bahkan dia membanting pintu kamarnya di depan hidungku.
Inilah
penghinaan terakhir yang bisa kuterima. Akupun menonton DVD sendirian
di ruang tamu. Tapi pikiranku tidaklah focus ke film, melainkan
bagaimana caranya membalas perbuatan adikku. Di rumah memang cuma ada
kami berdua. Orang tua kami berpendapat bahwa kami tidak memerlukan
pembantu dengan alasan untuk melatih tanggung jawab di keluarga kami.
Selintas pikiran ngawur pun melintas di benakku. Aku bermaksud untuk
menyelinap ke kamar adikku nanti malam dan memfoto tubuh telanjangnya
waktu tidur dan menggunakannya untuk memaksa adikku agar menjadi adik
yang penurut.
Malam itu, jam menunjukan pukul sebelas
malam. Aku pun mengedap di depan pintu kamar adikku. Daun telingaku
menempel di pintu untuk memastikan apa adikku sudah tertidur. Ternyata
tidak ada suara TV ataupun radio di kamarnya. Memang biasanya adikku ini
kalau hatinya sedang mengkal, akan segera pergi tidur lebih awal.
Akupun menggunakan keahlianku sebagai mahasiswa jurusan teknik untuk
membuka kunci pintu kamar adikku. Kebetulan aku memang mempunyai kit
untuk itu yang kubeli waktu sedang tour ke luar negeri. Di tanganku aku
mempunyai sebuah kamera digital.
Di kamar adikku, lampu
masih terang karena dia memang tidak berani tidur dalam kegelapan.
Akupun berjalan perlahan menuju tempat tidurnya. Ternyata malam itu dia
tidur pulas terlentang dengan mengenakan daster putih. Tanganku bergerak
perlahan dan gemetar menyingkap dasternya ke atas. Dia diam saja tidak
bergerak dan napasnya masih halus dan teratur. Ternyata dia memakai
celana dalam warna putih dan bergambar bunga mawar. Pahanya begitu mulus
dan aku pun bisa melihat ada bulu-bulu halus menyembul keluar di
sekitar daerah vaginanya yang tertutup celana dalamnya.
Kemudian
aku menggunakan gunting dan menggunting dasternya sehingga akhirnya
bagian payudaranya terlihat. Di luar dugaanku, ternyata dia tidak
mengenakan kutang. Payudaranya tidak begitu besar, mungkin ukuran A,
tapi lekukannya sungguh indah dan menantang. Jakunku bergerak naik turun
dan akupun menelan ludah melihat pemandangan paling indah dalam
hidupku. Kemudian dengan gemetar dan hati-hati, aku pun membuka celana
dalamnya. Adikku masih tertidur pulas.
Pemandangan
indah segera terpampang di hadapanku. Sebuah hutan kecil yang tidak
begitu lebat terhampar di depan mataku. Sangking terpesonanya, aku hanya
bisa berdiri untuk sekian lamanya memandang dengan kamera di tanganku.
Aku lupa akan maksud kedatanganku kemari. Sebuah pikiran setanpun
melintas, kenapa aku harus puas hanya dengan memotret tubuh adikku.
Apakah aku harus mensia-siakan kesempatan satu kali ini dalam hidupku?
Apalagi aku masih perjaka ting-ting. Tapi kesadaran lain juga muncul di
benakku, dia adalah adik kandungku., For God Sake. Kedua kekuatan
kebajikan dan kejahatan berkecamuk di pikiranku.
Akhirnya,
karena pikiranku tidak bisa memutuskan, maka aku membiarkan “adik
laki-lakiku” di selangkangku memutuskan. Ternyata beliau sudah tegang
siap perang. Manusia boleh berencana, tapi iblislah yang menentukan.
Kemudian aku meletakan kamera di meja. Aku pun menggunakan kain daster
yang sudah koyak untuk mengikat tangan adikku ke tempat tidur. Sengaja
aku membiarkan kakinya bebas agar tidak menghalangi permainan setan yang
akan segera kulakukan. Adikku masih juga tidak sadar kalau bahaya besar
sudah mengancamnya. Aku pun segera membuka bajuku dan celanaku hingga
telanjang bulat.
Kemudian aku menundukan mukaku ke
daerah selangkangan adikku. Ternyata daerah itu sangat harum, kelihatan
kalau adikku ini sangat menjaga kebersihan tubuhnya. Kemudian aku pun
mulai menjilati daerah lipatan dan klitoris adikku. Adikku masih
tertidur pulas, tapi setelah beberapa lama, napasnya sudah mulai
memburu. Semakin lama, vagina adikku semakin basah dan merekah. Aku
sudah tak tahan lagi dan mengarahkan moncong meriamku ke lubang
kenikmatan terlarang itu. Kedua tanganku memegang pergelangan kaki
adikku dan membukanya lebar-lebar.
Ujung kepala penisku
sudah menempel di bibir vagina adikku. Sejenak, aku ragu-ragu untuk
melakukannya. Tapi aku segera menggelengkan kepalaku dan membuang jauh
keraguanku. Dengan sebuah sentakan aku mendorong pantatku maju ke depan
dan penisku menembus masuk vagina yang masih sangat rapat namun basah
itu. Sebuah teriakan nyaring bergema di kamar,” Aaaggh, aduh….uuuhh, KAK
ADI, APA YANG KAULAKUKAN??” Adikku terbangun dan menjerit melihatku
berada di atas tubuhnya dan menindihnya. Muka adikku pucat pasi
ketakutan dan menahan rasa sakit yang luar biasa. Matanya mulai
berkaca-kaca. Sedangkan pinggulnya bergerak-gerak menahan rasa sakit.
Tangannya berguncang mencoba melepaskan diri. Begitu juga kakinya
mencoba melepaskan diri dari pegangannku. Namun semua upaya itu tidak
berhasil. Aku tidak berani berlama-lama menatap matanya, khawatir kalau
aku akan berubah pikiran. Aku mengalihkan pandangan mataku ke arah
selangkangan. Ternyata vagina adikku mengeluarkan darah, darah
keperawanan.
Aku tidak menghiraukan semua itu karena
sebuah kenikmatan yang belum pernah kurasakan dalam hidupku menyerangku.
Penisku yang bercokol di dalam vagina adikku merasakan rasa panas dan
kontraksi otot vagina adikku. Rasanya seperti disedot oleh sebuah vakum
cleaner. Aku pun segera menggerakan pinggulku dan memompa tubuh adikku.
Adikku menangis dan menjerit:”
Aduhh..aahh..uuhh..am..pun..kak…lep..as..kan..panass…sakitt!!”
“Kak..Adii..mengo..uuhh..yak..aduh…tubuhku!!! ” Aku tidak tahan dengan
rengekan adikku, karena itu aku segera menggunakan celana dalam adikku
untuk menyumpal mulutnya sehingga yang terdengar hanya suara Ughh..Ahhh.
Setelah
sekitar lima belas menit, adikku tidak meronta lagi hanya menangis dan
mengeluh kesakitan. Darah masih berkucuran di sekitar vaginanya tapi
tidak sederas tadi lagi. Aku sendiri memeramkan mata merasakan
kenikmatan yang luar biasa. Aku semakin cepat menggerakan pinggulku
karena aku merasa akan segera mencapai klimaksnya. Sesekali tanganku
menampar pantat adikku agar dia menggoyangkan pinggulnya sambil
berkata:’ Who is your Daddy?” Sebuah dilema muncul di pikiranku.
Haruskah aku menembak di dalam rahim adikku atau di luar? Aku tahu kalau
aku ingin melakukannya di dalam, tapi bagaimana bila adikku hamil? Ahh…
biarlah itu urusan nanti, apalagi aku tahu di mana ibuku menyimpan pil
KBnya. Tiga menit kemudian..crott..crottt..akupun menembakan cairan
hangat di dalam rahim adikku. Keringat membasahi kedua tubuh kami dan
darah keperawanan adikku membasahi selangkangan kami dan sprei tempat
tidur.
Aku membiarkan penisku di dalam vagina adikku
selama beberapa menit. Kemudian setelah puas, aku mencabut keluar
penisku dan tidur terlentang di samping adikku. Aku kemudian membebaskan
tangan adikku dan membuka sumpalan mulutnya. Kedua tanganku bersiap
untuk menerima amukan kemarahannya. Namun di luar dugaanku, dia tidak
menyerangku. Adikku hanya diam membisu seribu bahasa dan masih menangis.
Posisinya masih tidur dan hanya punggungnya yang mengadapku. Aku
melihat tangannya menutup dadanya dan tangan lainnya menutup vaginanya.
Dia masih menangis tersedu-sedu.
Setelah semua
kepuasanku tersalurkan, baru sekarang aku bingung apa yang harus
kulakukan selanjutnya. Semua kejadian ini di luar rencanaku. Aku
sekarang sangat ketakutan membayangkan bagaimana kalau orang tuaku tahu.
Hidupku bisa berakhir di penjara. Kemudian pandangan mataku berhenti di
kamera. Sebuah ide jenius muncul di pikiranku. Aku mengambil kameranya
dan segera memfoto tubuh telanjang adikku. Adikku melihat perbuatanku
dan bertanya: ”Kak Adi, Apa yang kau lakukan? Hentikan, masih belum
cukupkah perbuatan setanmu malam ini? Hentikan…” Tangannya bergerak
berusaha merebut kameraku. Namun aku sudah memperkirakan ini dan lebih
sigap. Karena tenagaku lebih besar, aku berhasi menjauhkan kameranya
dari jangkauannya. Aku mencabut keluar memori card dari kameranya dan
berkata: “Kalau kamu tidak mau foto ini tersebar di website sekolahmu,
kejadian malam ini harus dirahasiakan dari semua orang. Kamu juga harus
menuruti perintah kakakmu ini mulai sekarang.”
Wajah
adikku pucat pasi, dan air mata masih berlinang di pipinya. Kemudian
dengan lemah dia mengganggukkan kepalanya. Sebuah perasaan ibaratnya
telah memenangi piala dunia, bersemayam di dadaku. Aku tahu, kalau mulai
malam itu aku telah menaklukan adikku yang bandel ini. Kemudian aku
memerintahkan dia untuk membereskan ruangan kamarnya dan menyingkirkan
sprei bernoda darah dan potongan dasternya yang koyak. Selain itu aku
segera menyuruhnya meminum pil KB yang kudapat dari lemari obat ibuku.
Terakhir aku menyuruhnya mandi membersihkan badan, tentu saja bersamaku.
Aku menyuruhnya untuk menggunakan jari-jari lentiknya untuk
membersihkan penisku dengan lembut.
Malam itu, aku
telah memenangkan pertempuran. Selama seminggu kepergian orang tuaku,
aku selalu meniduri adikku di setiap kesempatan yang ada. Pada hari
keempat, adikku sudah terbiasa dan tidak lagi menolakku biarpun dia
masih kelihatan sedih dan tertekan setiap kali kita bercinta. Aku juga
memerintahkannya untuk membersihkan rumah dan memasakan makanan
kesukaanku. Aku juga memberi tugas baru untuk mulut mungil adikku dengan
bibirnya yang merah merekah. Setiap malam selama seminggu ketika aku
menonton TV, aku menyuruh adikku untuk memberi oral seks. Dan aku selalu
menyemprotkan spermaku ke dalam mulutnya dan menyuruhnya untuk
menelannya.
Ketika orang tuaku kembali minggu depannya,
aku memerintahkan adikku untuk bersikap sewajarnya menyambut mereka.
Ketika ibuku memeluk adikku, aku melihat wajah adikku yang seperti ingin
melaporkan peristiwa yang terjadi selama seminggu ini. Aku pun
bertindak cepat dan berkata pada ibuku: “Ibu, gimana perjalanan ibu?
Tunjukan dong FOTOnya kepada kami berdua.” Ibuku tersenyum mendengar ini
dan tidak mencurigai apa pun. Tapi adikku menjadi sedikit pucat dan
tahu makna dari perkataanku. Dia pun tidak jadi berkata apa-apa.
Sejak
itu, setiap kali ada kesempatan, aku selalu meniduri adikku. Tentu saja
kami mempraktekan safe sex dengan kondom dan pil. Setelah dia lulus
SMA, kami masih melakukannya, bahkan sekarang dia sudah menikmati
permainan kami. Terkadang, dia sendiri yang datang memintanya. Ketika
dia lulus SMA, aku yang sekarang sudah bekerja di sebuah bank bonafid
dipindahkan ke Jakarta. Aku meminta orang tuaku untuk mengijinkan adikku
kuliah di Jakarta. Tentu saja aku beralasan bahwa aku akan menjaganya
agar adikku tidak terseret dalam pergaulan bebas. Orang tuaku setuju dan
adikku juga pasrah. Sekarang kami berdua tinggal di Jakarta dan
menikmati kebebasan kami. Hal yang berbeda hanyalah aku bisa melihat
bahwa adikku telah berubah menjadi gadis yang lebih binal.
Baca Juga :
Ngentot Model Montok Dan Cantik