Yang
anehnya, ternyata isteriku pun sangat menikmatinya. Walaupun demikian
saya tidak pernah berniat jajan untuk mengimbangi kegilaanku pada sex.
Mungkin karena belum punya anak, isteriku pun selalu siap setiap saat.
Kegilaan ini dimulai saat hadirnya tetangga baruku, entah siapa yang
mulai, kami sangat akrab. Atau mungkin karena isteriku yang supel,
sehingga cepat akrab dengan mereka. Suaminya juga sangat baik, usianya
kira-kira sebaya denganku. Hanya isterinya, woow busyet.., selain masih
muda juga cantik dan yang membuatku gila adalah bodynya yang wah, juga
kulitnya sangat putih mulus. Mereka pun sama seperti kami, belum
mempunyai anak. Mereka pindah ke sini karena tugas baru suaminya yang
ditempatkan perusahaannya yang baru membuka cabang di kota tempatku. Aku
dan isteriku biasa memanggil mereka Mas Agus dan Mbak Rini.
Selebihnya
saya tidak tahu latar belakang mereka. Boleh dibilang kami seperti
saudara saja karena hampir setiap hari kami ngobrol, yang terkadang di
teras rumahnya atau sebaliknya. Pada suatu malam, saya seperti biasanya
berkunjung ke rumahnya, setelah ngobrol panjang lebar, Agus menawariku
nonton VCD blue yang katanya baru dipinjamnya dari temannya. Aku pun
tidak menolak karena selain belum jauh malam kegiatan lainnya pun tidak
ada. Seperti biasanya, film blue tentu ceritanya itu-itu saja. Yang
membuatku kaget, tiba-tiba isteri Agus ikut nonton bersama kami. "Waduh,
gimana ini Gus..? Nggak enak nih..!" "Nggak apa-apalah Mas, toh itu
tontonan kok, nggak bisa dipegang. Kalau Mas nggak keberatan, Mbak Res
diajak sekalian." katanya menyebut isteriku. Aku tersinggung juga waktu
itu. Tapi setelah kupikir-pikir, apa salahnya? Akhirnya aku pamit
sebentar untuk memanggil isteriku yang tinggal sendirian di rumah. "Gila
kamu..! Apa enaknya nonton gituan kok sama tetangga..?" kata isteriku
ketika kuajak.
Akhirnya aku malu juga sama isteriku,
kuputuskan untuk tidak kembali lagi ke rumah Agus. Mendingan langsung
tidur saja supaya besok cepat bangun. Paginya aku tidak bertemu Agus,
karena sudah lebih dahulu berangkat. Di teras rumahnya aku hanya melihat
isterinya sedang minum teh. Ketika aku lewat, dia menanyaiku tentang
yang tadi malam. Aku bilang Resty tidak mau kuajak sehingga aku langsung
saja tidur. Mataku jelalatan menatapinya. Busyet.., dasternya hampir
transparan menampakkan lekuk tubuhnya yang sejak dulu menggodaku. Tapi
ah.., mereka kan tetanggaku. Tapi dasar memang pikiranku sudah tidak
beres, kutunda keberangkatanku ke kantor, aku kembali ke rumah menemui
isteriku. Seperti biasanya kalau sudah begini aku langsung menarik
isteriku ke tempat tidur. Mungkin karena sudah biasa Resty tidak banyak
protes.
Yang luar biasa adalah pagi ini aku
benar-benar gila. Aku bergulat dengan isteriku seperti kesetanan.
Kemaluan Resty kujilati sampai tuntas, bahkan kusedot sampai isteriku
menjerit. Edan, kok aku sampai segila ini ya, padahal hari masih
pagi.Tapi hal itu tidak terpikirkan olehku lagi. Isteriku sampai
terengah-engah menikmati apa yang kulakukan terhadapnya. Resty langsung
memegang kemaluanku dan mengulumnya, entah kenikmatan apa yang kurasakan
saat itu. Sungguh, tidak dapat kuceritakan. "Mas.., sekarang Mas..!"
pinta isteriku memelas. Akhirnya aku mendekatkan kemaluanku ke lubang
kemaluan Resty. Dan tempat tidur kami pun ikut bergoyang. Setelah kami
berdua sama-sama tergolek, tiba-tiba isteriku bertanya, "Kok Mas
tiba-tiba nafsu banget sih..?" Aku diam saja karena malu mengatakan
bahwa sebenarnya Rini lah yang menaikkan tensiku pagi ini.
Sorenya
Agus datang ke rumahku, "Sepertinya Mas punya kelainan sepertiku ya..?"
tanyanya setelah kami berbasa-basi. "Maksudmu apa Gus..?" tanyaku
heran. "Isteriku tadi cerita, katanya tadi pagi dia melihat Mas dan Mbak
Resty bergulat setelah ngobrol dengannya." Loh, aku heran, dari mana
Rini nampak kami melakukannya? Oh iya, baru kusadari ternyata jendela
kamar kami saling berhadapan. Agus langsung menambahkan, "Nggak usah
malu Mas, saya juga maniak Mas." katanya tanpa malu-malu. "Begini saja
Mas," tanpa harus memahami perasaanku, Agus langsung melanjutkan, "Aku
punya ide, gimana kalau nanti malam kita bikin acara..?" "Acara apa
Gus..?" tanyaku penasaran. "Nanti malam kita bikin pesta di rumahmu,
gimana..?" "Pesta apaan..? Gila kamu." "Pokoknya tenang aja Mas, kamu
cuman nyediain makan dan musiknya aja Mas, nanti minumannya saya yang
nyediain.
Kita berempat aja, sekedar refresing ajalah
Mas, kan Mas belum pernah mencobanya..?" Malamnya, menjelang pukul
20.00, Agus bersama isterinya sudah ada di rumahku. Sambil makan dan
minum, kami ngobrol tentang masa muda kami. Ternyata ada persamaan di
antara kami, yaitu menyukai dan cenderung maniak pada sex. Diiringi
musik yang disetel oleh isteriku, ada perasaan yang agak aneh kurasakan.
Aku tidak dapat menjelaskan perasaan apa ini, mungkin pengaruh minuman
yang dibawakan Agus dari rumahnya. Tiba-tiba saja nafsuku bangkit, aku
mendekati isteriku dan menariknya ke pangkuanku. Musik yang tidak begitu
kencang terasa seperti menyelimuti pendengaranku. Kulihat Agus juga
menarik isterinya dan menciumi bibirnya. Aku semakin terangsang, Resty
juga semakin bergairah. Aku belum pernah merasakan perasaan seperti ini.
Tidak berapa lama Resty sudah telanjang bulat, entah kapan aku
menelanjanginya.
Sesaat aku merasa bersalah, kenapa
aku melakukan hal ini di depan orang lain, tetapi kemudian hal itu tidak
terpikirkan olehku lagi. Seolah-olah nafsuku sudah menggelegak
mengalahkan pikiran normalku. Kuperhatikan Agus perlahan-lahan
mendudukkan Rini di meja yang ada di depan kami, mengangkat rok yang
dikenakan isterinya, kemudian membukanya dengan cara mengangkatnya ke
atas. Aku semakin tidak karuan memikirkan kenapa hal ini dapat terjadi
di dalam rumahku. Tetapi itu hanya sepintas, berikutnya aku sudah
menikmati permainan itu. Rini juga tinggal hanya mengenakan BH dan
celana dalamnya saja, dan masih duduk di atas meja dengan lutut tertekuk
dan terbuka menantang. Perlahan-lahan Agus membuka BH Rini, tampak dua
bukit putih mulus menantang menyembul setelah penutupnya terbuka.
"Kegilaan apa lagi ini..?" batinku. Seolah-olah Agus mengerti, karena
selalu saya perhatikan menawarkan bergantian denganku.
Kulihat
isteriku yang masih terbaring di sofa dengan mulut terbuka menantang
dengan nafas tersengal menahan nafsu yang menggelora, seolah-olah tidak
keberatan bila posisiku digantikan oleh Agus. Kemudian kudekati Rini
yang kini tinggal hanya mengenakan celana dalam. Dengan badan yang
sedikit gemetar karena memang ini pengalaman pertamaku melakukannya
dengan orang lain, kuraba pahanya yang putih mulus dengan lembut.
Sementara Agus kulihat semakin beringas menciumi sekujur tubuh Resty
yang biasanya aku lah yang melakukannya. Perlahan-lahan jari-jemariku
mendekati daerah kemaluan Rini. Kuelus bagian itu, walau masih tertutup
celana dalam, tetapi aroma khas kemaluan wanita sudah terasa, dan bagian
tersebut sudah mulai basah. Perlahan-lahan kulepas celana dalamnya
dengan hati-hati sambil merebahkan badannya di atas meja. Nampak
bulu-bulu yang belum begitu panjang menghiasi bagian yang berada di
antara kedua paha Rini ini.
"Peluklah aku Mas,
tolonglah Mas..!" erang Rini seolah sudah siap untuk melakukannya.
Tetapi aku tidak melakukannya. Aku ingin memberikan kenikmatan yang
betul-betul kenikmatan kepadanya malam ini. Kutatapi seluruh bagian
tubuh Rini yang memang betul-betul sempurna. Biasanya aku hanya dapat
melihatnya dari kejauhan, itu pun dengan terhalang pakaian. Berbeda kini
bukan hanya melihat, tapi dapat menikmati. Sungguh, ini suatu yang
tidak pernah terduga olehku. Seperti ingin melahapnya saja. Kemudian
kujilati seluruhnya tanpa sisa, sementara tangan kiriku meraba
kemaluannya yang ditumbuhi bulu hitam halus yang tidak begitu tebal.
Bagian ini terasa sangat lembut sekali, mulut kemaluannya sudah mulai
basah. Perlahan kumasukkan jari telunjukku ke dalam. "Sshh.., akh..!"
Rini menggelinjang nikmat.
Kuteruskan melakukannya,
kini lebih dalam dan menggunakan dua jari, Rini mendesis. Kini mulutku
menuju dua bukit menonjol di dada Rini, kuhisap bagian putingnya, tubuh
Rini bergetar panas. Tiba-tiba tangannya meraih kemaluanku, menggenggam
dengan kedua telapaknya seolah takut lepas. Posisi Rini sekarang
berbaring miring, sementara aku berlutut, sehingga kemaluanku tepat ke
mulutnya. Perlahan dia mulai menjilati kemaluanku. Gantian badanku
sekarang yang bergetar hebat. Rini memasukkan kemaluanku ke dalam
mulutnya. Ya ampun, hampir aku tidak sanggup menikmatinya. Luar biasa
enaknya, sungguh..! Belum pernah kurasakan seperti ini. Sementara di
atas Sofa Agus dan isteriku seperti membentuk angka 69. Resty ada di
bawah sambil mengulum kemaluan Agus, sementara Agus menjilati kemaluan
Resty. Napas kami berempat saling berkejaran, seolah-olah melakukan
perjalanan panjang yang melelahkan.
Bunyi Music yang
entah sudah beberapa lagu seolah menambah semangat kami. Kini tiga jari
kumasukkan ke dalam kemaluan Rini, dia melenguh hebat hingga kemaluanku
terlepas dari mulutnya. Gantian aku sekarang yang menciumi kemaluannya.
Kepalaku seperti terjepit di antara kedua belah pahanya yang mulus.
Kujulurkan lidahku sepanjang-panjangnya dan kumasukkan ke dalam
kemaluannya sambil kupermainkan di dalamnya. Aroma dan rasanya semakin
memuncakkan nafsuku. Sekarang Rini terengah-engah dan kemudian menjerit
tertahan meminta supaya aku segera memasukkan kemaluanku ke lubangnya.
Cepat-cepat kurengkuh kedua pahanya dan menariknya ke bibir meja,
kutekuk lututnya dan kubuka pahanya lebar-lebar supaya aku dapat
memasukkan kemaluanku sambil berjongkok.
Perlahan-lahan
kuarahkan senjataku menuju lubang milik Rini. Ketika kepala kemaluanku
memasuki lubang itu, Rini mendesis, "Ssshh.., aahhk.., aduh enaknya..!
Terus Mas, masukkan lagi akhh..!" Dengan pasti kumasukkan lebih dalam
sambil sesekali menarik sedikit dan mendorongnya lagi. Ada kenikmatan
luar biasa yang kurasakan ketika aku melakukannya. Mungkin karena selama
ini aku hanya melakukannya dengan isteriku, kali ini ada sesuatu yang
tidak pernah kurasakan sebelumnya. Tanganku sekarang sudah meremas
payudara Rini dengan lembut sambil mengusapnya. Mulut Rini pun seperti
megap-megap kenikmatan, segera kulumat bibir itu hingga Rini nyaris
tidak dapat bernapas, kutindih dan kudekap sekuat-kuatnya hingga Rini
berontak.
Pelukanku semakin kuperketat, seolah-olah
tidak akan lepas lagi. Keringat sudah membasahi seluruh tubuh kami. Agus
dan isteriku tidak kuperhatikan lagi. Yang kurasakan sekarang adalah
sebuah petualangan yang belum pernah kulalui sebelumnya. Pantatku masih
naik turun di antara kedua paha Rini. Luar biasa kemaluan Rini ini,
seperti ada penyedot saja di dalamnya. Kemaluanku seolah tertarik ke
dalam. Dinding-dindingnya seperti lingkaran magnet saja. Mata Rini merem
melek menikmati permainan ini. Erangannya tidak pernah putus, sementara
helaan napasnya memburu terengah-engah.Posisi sekarang berubah, Rini
sekarang membungkuk menghadap meja sambil memegang kedua sisi meja yang
tadi tempat dia berbaring, sementara saya dari belakangnya dengan
berdiri memasukkan kemaluanku. Hal ini cukup sulit, karena selain ukuran
kemaluanku lumayan besar, lubang kemaluan Rini juga semakin ketat
karena membungkuk.
Kukangkangkan kaki Rini dengan cara
melebarkan jarak antara kedua kakinya. Perlahan kucoba memasukkan
senjataku. Kali ini berhasil, tapi Rini melenguh nyaring, perlahan-lahan
kudorong kemaluanku sambil sesekali menariknya. Lubangnya terasa sempit
sekali. Beberapa saat, tiba-tiba ada cairan milik Rini membasahi lubang
dan kemaluanku hingga terasa nikmat sekarang. Kembali kudorong
senjataku dan kutarik sedikit. Goyanganku semakin lincah, pantatku maju
mundur beraturan. Sepertinya Rini pun menikmati gaya ini. Buah dada Rini
bergoyang-goyang juga maju-mundur mengikuti irama yang berasal dari
pantatku. Kuremas buah dada itu, kulihat Rini sudah tidak kuasa menahan
sesuatu yang tidak kumengerti apa itu. Erangannya semakin panjang.
Kecepatan pun kutambah, goyangan pinggul Rini semakin kuat.
Tubuhku
terasa semakin panas. Ada sesuatu yang terdorong dari dalam yang tidak
kuasa aku menahannya. Sepertinya menjalar menuju kemaluanku. Aku masih
berusaha menahannya. Segera aku mencabut kemaluanku dan membopong tubuh
Rini ke tempat yang lebih luas dan menyuruh Rini telentang di bentangan
karpet. Secepatnya aku menindihnya sambil menekuk kedua kakinya sampai
kedua ujung lututnya menempel ke perut, sehingga kini tampak kemaluan
Rini menyembul mendongak ke atas menantangku. Segera kumasukkan
senjataku kembali ke dalam lubang kemaluan Rini. Pantatku kembali naik
turun berirama, tapi kali ini lebih kencang seperti akan mencapai finis
saja. Suara yang terdengar dari mulut Rini semakin tidak karuan, seolah
menikmati setiap sesuatu yang kulakukan padanya. Tiba-tiba Rini
memelukku sekuat-kuatnya.
Goyanganku pun semakin
menjadi. Aku pun berteriak sejadinya, terasa ada sesuatu keluar dari
kemaluanku. Rini menggigit leherku sekuat-kuatnya, segera kurebut
bibirnya dan menggigitnya sekuatnya, Rini menjerit kesakitan sambil
bergetar hebat. Mulutku terasa asin, ternyata bibir Rini berdarah, tapi
seolah kami tidak memperdulikannya, kami seolah terikat kuat dan
berguling-guling di lantai. Di atas sofa Agus dan isteriku ternyata juga
sudah mencapai puncaknya. Kulihat Resty tersenyum puas. Sementara Rini
tidak mau melepaskan kemaluanku dari dalam kemaluannya, kedua ujung
tumit kakinya masih menekan kedua pantatku. Tidak kusadari seluruh
cairan yang keluar dari kemaluanku masuk ke liang milik Rini. Kulihat
Rini tidak memperdulikannya.
Baca Juga :
Cerita Ngentot Tetangga Bahenol